Monday 8 March 2010

52 dan 25


Lima puluh dua dan dua puluh lima,dua angka ini hanya terdiri dari angka dua dan lima yang saling berkebalikan. Memang tidak ada yang spesial,kecuali untuk hari ini,hari Minggu 7 Maret 2010. Dua angka puluhan ini kalau di hitung memiliki selisih dua puluh tujuh,selisih yang cukup jauh. Tapi sangat dekat bila kisah ini aku ceritakan.

Si pemilik angka lima puluh dua adalah sosok lelaki, dia tidak pandai berkata-kata manis,tidak pandai bertutur kata lembut, bahkan tidak pandai memanggil dengan panggilan sayang. Tapi dia adalah orang yang paling perhatian sedunia,paling baik sedunia, dan pembelaku paling ulung.
Dua puluh lima tahun silam,dia, si pemilik angka lima puluh dua membawaku ke suatu tempat yang sangat jauh dari rumahnya, merantau kemudian membangun rumah. Rumah yang paling indah,paling bersejarah, dan penuh cinta bagiku. Rumah yang dikelilingi pohon nangka,pohon jambu air,pohon belimbing dan pohon coklat. Rumah yang ayunan di pohon belimbingnya selalu diperebutkan lima anak kecil.


Sepulang kantor,dia sering membawakanku permen Sugus atau sebatang coklat atau satu set gelang plastik warna-warni. Setiap hari kamis selalu pulang sambil menenteng majalah Bobo dan Donal Bebek kesukaanku. Tidak pernah lupa bahkan saat tugas di luar kantor. Setiap pagi saat aku masih SD, tidak bosan membangunkan sambil menggedongku ke bak mandi, 'byuur' lsg menguyur air,tidak peduli dengan teriakanku 'MASIH NGANTUK....' . Rutininitas pagi hari yang selalu menghebohkan pagimu,tapi kau tidak bosan.


Saat aku menangis rewel karena sulit makan,dia mengajakku ke toko cik Eva, membelikanku permen Sugus rasa jeruk. Kemudian membujukku untuk makan.
Saat aku menangis rewel,karena tidak ada guling, dia dengan sigap menyulap bantal menjadi guling. Mengulung dan mengikat sebuah bantal dan seketika berubah jadi guling,supaya aku mau diam dan tidur. Saat aku mulai putus asa dan mengeluh pada masalah,dia selalu menasehati dengan kalimat awal 'Nur, kamu itu sudah besar......'


Aku, si pemilik angka dua puluh lima ini mungkin sudah pelupa,hanya mengingat beberapa bagian saja kenangan indah bersamanya. Hanya mengingat bagian-bagian kecil. Berbeda dengannya, yang mengingat setiap detail sepanjang dua puluh lima tahun-ku. Aku bagimu masih sama seperti dua puluh lima tahun silam, bayi kecil mungil,yang cukup kau gendong dengan satu tanganmu. Ya, dialah Bapakku yang memiliki angka lima puluh dua hari ini, berusia berkebalikan dengan usiaku, berselisih dua puluh tujuh dari usiaku, dan yang dua puluh lima tahun sabar menghadapiku.




'Selamat hari tambah tua, Bapakku....'

Dua Sahabat dan Sepatu

Kejadiannya persis beberapa saat sebelum Bung Karno mengembuskan nafas terakhirnya. Malam itu, Bapak bangsa itu terbaring di Wisma Yuso,pada masa penahanannya. Keadaan Bung Karno yang semakin kritis membuat pemerintahan Soeharto mulai mengijinkan beberapa kerabat dekat menjenguk Bung Karno. Datanglah Bung Hatta. Hatta bersama beberapa sekretarisnya. Dengan sangat hati-hati ia menghampiri pembaringan sahabat lamanya itu.
"Hatta, kau disini?"
"Ya, bagaimana keadaanmu, No?" tanya Hatta seraya berusaha meraih tangan Bung Karno. Tapi Bung Karno balas bertanya, dengan suara lirih yang hampir tak terdengar.
"Hoe gaat het meet jou?" ("apa kabarmu?") Hatta berusaha tersenyum, ia mengelus-elus tangan Bung Karno yang tampak ingin berbicara lagi, tapi seperti tak kuasa. Bibir pecah-pecahnya bergerak pelan. Hatta mendekatkan wajahnya ke bibir Bung Karno,
"Schoenen...." ("Sepatu..."), tapi hanya satu kata itu yang bisa didengar Hatta. "No...," hanya itu yang bisa terucap dari bibirnya. Hatta tidak mampu mengucapkan lebih. Bibirnya bergetar menahan kesedihan sekaligus kekecewaan. Bahunya terguncang-guncang. Kedua sahabat itu menangis.

Tahun 1951, Carl Franz Bally dan saudaranya Fritz, di basement rumah mereka di Schonenwerd di Distrik Solothurn, Swiss mendirikan usaha sepatu yang diberi label 'Bally&Co.' Usaha ini berkembang dengan cepat keluar Swiss. Sepatu merk 'Bally' ini kemudian melangkah menjelajah Eropa, hingga benua Amerika dan akhirnya tiba di Asia. Kini butik khusus sepatu mewah ini berada di hampir seluruh kota ternama di Amerika Utara. Sepatu Bally semakin menjadi icon ketika pada tahun 1985 rapper Slick Rick memasukkan sepatu Bally dalam salah satu liriknya berjudul The Show/La Di Da Di; "Put on the Bally shoes and the fly green socks". Lalu Jay-Z juga mengikutinya dalam single " Ain't No Ningga" dengan liriknya; "Flavor suede Bally's ".


Seseorang Wafat pada 14 Maret 1980. Dan ketika keluarganya membereskan berkas-berkas di meja laki-laki yang baru saja dikebumikan itu, mereka menemukan sebuah potongan iklan koran terbitan akhir tahun lima puluhan yang digunting rapi. Iklan yang memuat alamat penjual sepatu Bally di jakarta. Sampai akhir hayatnya, Bung Hatta tak pernah mampu membeli sepatu impiannya itu. Padahal sebagai Wakil presiden, dia bisa saja meminta orang-orang pengusaha untuk membelikannya atau memakai uang negara. Tapi tidak dia lakukan.




Taken from novel karya Fajar Nugros & Artasya Sudirman






....mengetik ulang sambil miris melihat parodi Sidang Paripurna 'wakil rakyat' dua sahabat, proklamator Indonesia ini pasti menangis bila mereka menyaksikannya T.T'

Bidadari-Bidadari Surga : Pesan moral tentang sosok sempurna yang penuh cinta


EPILOG: Dengarkanlah kabar bahagia ini. Wahai,wanita-wanita yang hingga usia tiga puluh, empat puluh,atau lebih dari itu,tapi belum juga menikah (mungkin karena keterbatasan fisik, kesempatan atau tidak pernah terpilih di dunia yang amat keterlaluan mencintai materi dan tampilan wajah). Yakinlah,wanita-wanita salehah yang sendiri, namun tetap mengisi hidupnya dengan indah,berbagi,berbuat baik, dan bersyukur. Kelak di hari akhir sungguh akan menjadi bidadari-bidadari surga. Dan kabar baik itu pastilah benar,bidadari surga parasnya cantik luar biasa.

Kutipan Epilog diatas aku ambil dari sebuah novel karya Tere-Liye, rekomendasi seorang sahabat di Cengkareng (thx ndri ^^). Dari judulnya, awalnya aku memprediksi mungkin isinya tentang gambaran ‘wanita sempurna ala novel pengarang laki-laki’ yang selalu menampilkan tokoh utama wanita yang sangat sempurna : cantik berlebihan (baca: cantik, putih, bening, tinggi, licin dan wangi) dan pintar bukan kepalang. Memang wajar kalau setiap pengarang mendeskripsikan tokohnya sesempurna itu, karena itulah impian mereka yang dituangkan dalam lembaran novel. Tapi ternyata novel ini lain, pengarang ini juga beda impiannya tentang sosok ‘wanita sempurna’.



Sosok wanita sempurna itu bernama Laisa, ‘sempurna’ karena keteguhan hati,kemandirian,cinta dan keihklasan. Begitu nyata dan membumi (mengutip kata-kata Pimred Ummi). Tokoh yang akan menyentak nurani kita dan bertanya pada diri-sendiri “apakah aku ‘cantik’?”. Cantik yang seratus persen dari hati,tidak ada tambahan poin ‘fisik’. Cantik yang benar-benar membawanya menjadi bidadari surga karena tidak satupun laki-laki di dunia ini yang pantas memilikinya. Tidak menyalahkan para lelaki yang tidak ‘memilih’-nya, tidak sama sekali, karena memang fitrah manusia untuk menyukai keindahan dan keelokkan, mereka berhak untuk ’memilih’ siapa yang ‘terpilih’ untuk mereka. Dan bukan salah Laisa pula yang tidak memenuhi kriteria untuk ‘terpilih’ serta tidak memiliki pilihan untuk ‘memilih’. Tidak, bukan salah siapapun.
Membacanya benar-benar menguras air mata, menyentil jiwa dan membuat kita akan tersungkur bersujud pada-Nya untuk bersyukur atas apa yang kita miliki. Karena secara fisik tidak semua manusia terlahir di dunia ini sempurna. Dan tidak semua kesempurnaan di mata manusia itu ‘sempurna’ di hadapan-Nya. Mengajarkan tanpa mengurui tentang makna ‘cinta’. Bukan ‘cinta’ sekedar pertemuan dua insan, bukan ‘cinta’ sekedar aksi rebutan antara laki-laki dan sejumlah perempuan, bukan ‘cinta’ yang di warnai ketidaksetiaan,kecemburuan dan pertengkaran, dan bukan pula ‘cinta’ yang tak harus memiliki. Tetapi makna cinta yang hakiki, suci, dan murni. Aku tidak tahu itu seperti apa tetapi setelah membacanya langsung terpikir ‘cinta itu indah dalam segala hal’ : indah menjalani rutinitas dengan penuh kerja-keras; indah menerima kekurangan, kekalahan, dan kegagalan; dan indah memaknai hidupmu yang akan berkurang detik demi detik, menit demi menit, jam demi jam, hari demi hari, bulan demi bulan, dan tahun demi tahun.

Cinta yang akan memperbaiki diri kita mulai dari sekarang……