Monday 8 March 2010

Bidadari-Bidadari Surga : Pesan moral tentang sosok sempurna yang penuh cinta


EPILOG: Dengarkanlah kabar bahagia ini. Wahai,wanita-wanita yang hingga usia tiga puluh, empat puluh,atau lebih dari itu,tapi belum juga menikah (mungkin karena keterbatasan fisik, kesempatan atau tidak pernah terpilih di dunia yang amat keterlaluan mencintai materi dan tampilan wajah). Yakinlah,wanita-wanita salehah yang sendiri, namun tetap mengisi hidupnya dengan indah,berbagi,berbuat baik, dan bersyukur. Kelak di hari akhir sungguh akan menjadi bidadari-bidadari surga. Dan kabar baik itu pastilah benar,bidadari surga parasnya cantik luar biasa.

Kutipan Epilog diatas aku ambil dari sebuah novel karya Tere-Liye, rekomendasi seorang sahabat di Cengkareng (thx ndri ^^). Dari judulnya, awalnya aku memprediksi mungkin isinya tentang gambaran ‘wanita sempurna ala novel pengarang laki-laki’ yang selalu menampilkan tokoh utama wanita yang sangat sempurna : cantik berlebihan (baca: cantik, putih, bening, tinggi, licin dan wangi) dan pintar bukan kepalang. Memang wajar kalau setiap pengarang mendeskripsikan tokohnya sesempurna itu, karena itulah impian mereka yang dituangkan dalam lembaran novel. Tapi ternyata novel ini lain, pengarang ini juga beda impiannya tentang sosok ‘wanita sempurna’.



Sosok wanita sempurna itu bernama Laisa, ‘sempurna’ karena keteguhan hati,kemandirian,cinta dan keihklasan. Begitu nyata dan membumi (mengutip kata-kata Pimred Ummi). Tokoh yang akan menyentak nurani kita dan bertanya pada diri-sendiri “apakah aku ‘cantik’?”. Cantik yang seratus persen dari hati,tidak ada tambahan poin ‘fisik’. Cantik yang benar-benar membawanya menjadi bidadari surga karena tidak satupun laki-laki di dunia ini yang pantas memilikinya. Tidak menyalahkan para lelaki yang tidak ‘memilih’-nya, tidak sama sekali, karena memang fitrah manusia untuk menyukai keindahan dan keelokkan, mereka berhak untuk ’memilih’ siapa yang ‘terpilih’ untuk mereka. Dan bukan salah Laisa pula yang tidak memenuhi kriteria untuk ‘terpilih’ serta tidak memiliki pilihan untuk ‘memilih’. Tidak, bukan salah siapapun.
Membacanya benar-benar menguras air mata, menyentil jiwa dan membuat kita akan tersungkur bersujud pada-Nya untuk bersyukur atas apa yang kita miliki. Karena secara fisik tidak semua manusia terlahir di dunia ini sempurna. Dan tidak semua kesempurnaan di mata manusia itu ‘sempurna’ di hadapan-Nya. Mengajarkan tanpa mengurui tentang makna ‘cinta’. Bukan ‘cinta’ sekedar pertemuan dua insan, bukan ‘cinta’ sekedar aksi rebutan antara laki-laki dan sejumlah perempuan, bukan ‘cinta’ yang di warnai ketidaksetiaan,kecemburuan dan pertengkaran, dan bukan pula ‘cinta’ yang tak harus memiliki. Tetapi makna cinta yang hakiki, suci, dan murni. Aku tidak tahu itu seperti apa tetapi setelah membacanya langsung terpikir ‘cinta itu indah dalam segala hal’ : indah menjalani rutinitas dengan penuh kerja-keras; indah menerima kekurangan, kekalahan, dan kegagalan; dan indah memaknai hidupmu yang akan berkurang detik demi detik, menit demi menit, jam demi jam, hari demi hari, bulan demi bulan, dan tahun demi tahun.

Cinta yang akan memperbaiki diri kita mulai dari sekarang……

No comments:

Post a Comment